Menulislah, Sebagai Pertanda Kau Pernah Ada...

12 March 2014

Perilaku Jurnalis Berdasarkan Prinsip Akurasi


Prinsip akurasi sebenarnya tidak jauh berbeda dengan prinsip tidak beritikad buruk. Namun Akurasi akan lebih mendetail karena merupakan salah satu rukun dasar kerja jurnalistik.

Untuk menjaga akurasi, jurnalis harus memverifikasi semua informasi awal, menguji silang informasi dengan sumber lain, dan melakukan riset latar belakang/konteks informasi tersebut.

Sebisa mungkin, jurnalis seharusnya mendapatkan informasi dari tangan pertama dengan berada langsung di lokasi kejadian, atau bila itu tak mungkin, dengan mewawancarai orang yang berada di lokasi kejadian (pelaku, korban, atau saksi mata).

1. Mengejar akurasi. Akurasi tak selalu mudah dicapai. Media tidak bisa mengandalkan informasi dari satu sumber. Media/jurnalis harus membedakan sumber informasi tangan pertama dan tangan kedua. Kesalahan pada satu laporan sering kali didaur ulang pada laporan berikutnya. Berita yang sudah terlanjur tayang bisa segera basi atau bahkan keliru, karena itu harus selalu diperbarui. Urusan kecil seperti tanggal, nama, atau jabatan juga harus selalu dicek ulang.

Akurasi kerap kali lebih dari sekadar pertanyaan bagaimana memperoleh fakta degan benar. Akurasi juga menuntut peyajian fakta dan informasi sesuai dengan konteksnya. Jika menyangkut isu kontroversial, perlu dipastikan bahwa fakta dan opini yang relevan telah dipertimbangkan. Jika yang dilaporkan rawan gugatan, reporter dan dewan editor harus membayangkan bagaimana bisa mempertanggungjawabkan laporan mereka di pengadilan.

Ketika  menyiarkan ulang berita dari kantor berita luar negeri, tak cukup mengandalkan satu kantor berita. Soalnya, tingkat akurasi laporan kantor berita juga bergantung pada kapasitas dan kredibilitas kantor berita, biro, dan para reporter\korespondennya.

2. Mengoreksi kesalahan. Jurnalis harus berhati-hati agar tidak menerbitan informasi—termasuk foto dan gambar-- yang keliriu, menyesatkan, atau terdistorsi. Ketika kekeliruan fakta yang serius terjadi, media/jurnalis penting untuk secepat mungkin mengakuinya dan mengoreksinya. Mengatakan apa yang keliru dan memuat versi koreksinya sekaligus merupakan cara paling efektif dalam meralat kekeliruan. Bila kasusnya rawan digugat atau dipidanakan, ralat yang segera dan proporsional bisa menjadi bahan pembelaan di pengadilan.

3. Bahasa yang akurat. Dalam membuat laporan, jurnalis tak cukup hanya menyajikan substansi yang benar. Jurnalis juga harus menggunakan bahasa secara jujur, misalnya dengan menghindari penggunaan kata/istilah yang melebih-lebihkan. Salah satu caranya adalah dengan menghindari kata sifat seperti jahat, kejam, atau sadis.

4. Melaporkan data statistik. Data dan laporan statistik harus digunakan secara hati-hati dan sesuai konteks. Memang, perlu waktu untuk memahami konteks itu. Tidak mudah pula menyampaikan konteks dari angka statistik dengan kata-kata singkat.  Perlu kerja keras reporter dan editor.  Sumber dan tahun data statistik juga harus dicantumkan dengan jelas, agar khalayak bisa memberi penilaian dan mengecek ke sumber aslinya.

5. Reka ulang kejadian. Laporan/berita yang dibuat berdasarkan reka ulang kejadian harus diberi keterangan yang jelas. Ini penting agar khalayak tak menganggap apa yang mereka lihat atau dengar sebagai urutan fakta yang benar-benar terjadi. Rekonstruksi juga tak boleh ditayangkan dengan cara mendramatisasi peristiwa atau dengan cara sensasional.

6. Menggunakan ilustrasi/infografis. Gambar ilustrasi dan infografis sangat membantu pembaca/pemirsa memahami peristiwa atau kasus yang rumit. Tapi, penyederhanaan dalam bentuk ilustrasi/infografis jangan sampai menyesatkan khalayak seolah-olah mereka melihat adegan/peristiwa yang riil.

7. Komentar pengamat. Komentar atau pendapat ahli/pengamat kerap diperlukan untuk memberi konteks, memperjelas, atau memprediksi konsekuensi dari sebuah peristiwa/kasus.  Tapi, komentar apapun harus menghormati kebenaran faktual. Komentar atau pendapat ahli tak boleh dipakai untuk memanipulasi opini atau kesan khalayak. Untuk itu, jurnalis harus memilih ahli/pengamat yang memiliki pengetahuan yang memadai atas sebuah peristiwa serta memiliki data pendukung atas komentarnya.

Daftar Periksa Akurasi 

David Yarnold, redaktur eksekutif San Jose Mercury News, membuat daftar pemeriksaan akurasi. Saat memeriksa tulisan, katanya, redaktur harus menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:

  • Apakah alinea pertama (lead)--pernyataan utama dalam sebuah tulisan--sudah didukung oleh alinea-alinea berikutnya?
  • Apakah seseorang telah memeriksa ulang, menelepon atau menghubungi sumber, alamat rumah, kantor, alamat situs web yang tercantum dalam tulisan? Bagaimana dengan nama dan gelar?
  • Apakah materi latar belakang (background) diperlukan untuk memahami tulisan selengkapnya? 
  • Apakah semua pihak yang terlibat dalam tulisan sudah diidentifikasi? Apakah wakil pihak-pihak sudah dihubungi dan diberi kesempatan bicara? 
  • Apakah tulisan memihak dan menghakimi secara tak kentara? 
  • Apa ada sesuatu yang kurang? 
  • Apakah semua kutipan akurat dan sandangannya (atribusi) jelas? Apakah kutipan tersebut menangkap apa yang sesungguhnya dimaksudkan orang tersebut? 


Perilaku Jurnalis Berdasarkan Prinsip Akurasi Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Anonymous

0 komentar:

Post a Comment

Jangan Tinggalkan Jejak Kecuali Komentar Anda!